Tuesday, October 25, 2011

Sejarah Terbentuknya Negeri Amalohy- Kamarian ( Bagian I )


Setelah terjadinya perang saudara atau Risa Siwa Lima yang menyebabkan Moriale atau kebangsaan yang pertama terpecah menjadi Henaja atau banyak Negeri, maka disinilah proses terjadinya negeri Amalohy (Kamarian) itu berlangsung.
Pada saat itu kelompok masyarakat atau keluarga – keluarga atau matarumah keluar meninggalkan Nunusaku dan Talamenasiwa   mencari tempat perteduhan yang baru sebagai manifestasi terbentuknya Henaya atau Negeri-Negeri. Kelompok keluarga atau Matarumah  moyang Amalohy-pun demikian, meninggalkan Nunusaku dan Talamenasiwa menuju suatu tempat perteduhan/kediaman yang baru. Dalam perjalanan pengembaraan mereka menemukan suatu tempat yang dianggap layak dan cocok untuk didiami yaitu di sebuah bukit yang letaknya kira-kira 4 (empat) km sebelah utara Negeri Kamarian sekarang. Tempat  dan kelompok masyarakat ini sekaligus merupakan embrio terbentuknya negeri Kamarian. Namun tidak diketahui dengan pasti  pada abad ke berapakah negeri atau kelompok ini terbentuk. Dari prasasti atau peninggalan yang ada diperkirakan antara abad ke 12 hingga abad ke 13 Masehi.
Lebih lanjut ceritera tentang sejarah terbentuknya negeri Kamarian ini dikutip dari ceritera yang diturunkan oleh leluhur para pendiri negeri Kamarian dan ditulis oleh almarhum Bpk. SEFNATH SILAS TAURAN.
Sebelum bangsa Portugis dan Belanda berada didaerah Maluku, sebuah negeri telah ditempatkan pada tempat tersebut diatas dengan penduduk yang terdiri pada mulanya dengan beberapa keluarga antara lain: Keluarga Tomatala, Kainama, Tauran, Putirulan, Tuaputimain,Wairata, Terinate, Talapessy , Poceratu dan Pariama  akiabat terjadi pengungsian besar-besaran dari pedalaman Nusa Ina Barat ( Seram Barat), sedangkan keluarga-keluarga lainnya seperti misalnya ; keluarga Tupanwael, Tureai, Tuhehay/Pattiasina, Tuparia, Pessireron, Pentury  dan lainnya masih hidup terpencar-pencar mulai pada jalur sungai Ohatuniwei, air Isirwain, Air Wairanai. Keluarga-keluarga atau mataruma-mataruma ini kemudian dapat dihubungi oleh Kapitan Marisa (Putirulan) untuk bergabung pada tempat yang disebut negeri lama dengan nama “ SAMALIANE “ yang artinya bersatu kita teguh.
Bukti keberadaan Negeri Lama tersebut antara lain :

1.       Ditempat tertinggi pada bukit itu terdapat sebuah tugu peringatan yang terdiri dari 3 (tiga) buah tiang batu dan diantaranya terletak sebuah batu papan kejadian alam, persegi empat memanjang dengan ukuran  kira-kira  60 x 80 cm dan tebalnya kira-kira 15 cm.  Letak 3 (tiga) buah tiang batu itu yaitu ; 2 (dua) buah berkedudukan sejajar di selatan dan timur dan 1 (satu) buah yang lainnya berdiri di utara barat yang bila ditarik sebuah garis, melukiskan segitiga memanjang yang sudut lancipnya menuju Nunusaku, yang bertujuan untuk member kesan bahwa dari Nunusaku-lah mereka datang dan supaya hubungan dengan Nunusaku tidak boleh dilupakan maka untuk mendukung ini terdapat sebuak kapata dalam lagu tata perang  berbunyi :

Hia – Hoi  ---- Hia - Hoi  Nunusaku Amalohy   Hia - Hoi
Hia – Hoi  ---- Hia – Hoi  Amalohy Nunusaku  Hia – Hoi

2.       Terdapat 6 (enam) buah rumpun bamboo yang lebat mengelilingi sebelah selatan untuk menahan tekanan angin guna kepentingan pembangunan perumahan
3.       Terdapat rumah adat (baileu)  yang pada saat itu disebut Leukawa
4.       Dibawa batu prasasti ( batu papan) terdapat titik-titik koda dan terdapat juga sebuah piring berbunga dan bergaris dan terdapat beberapa pecahan-pecahan lainnya
5.       Terdapat pula Kuburan-kuburan atau seperti pemakaman umum disebelah utara negeri lama, dimana teratur batu-batu sebagai tanda pekuburan tersebut.

Hal ini menunjukan tingkat peradaban mereka dan sekaligus menunjukan bahwa sejak itu sudah ada komunikasi dengan pihak luar, seperti yang pernah ditulis oleh seorang penulis kebangsaan Belanda bernama  Pieter Van Dam, bahwa sebelum berhubungan dengan orang Belanda orang Kamarian telah mengadakan hubungan dengan orang Portugis, pedagang dari Makasar, Jawa, Cina maupun dari Gujarab. 

Hari,bulan dan tahun berganti, terus menerus dengan cara primitif penuh siap siaga dan selalu mengadakan aksi-aksi pembersihan terhadap penyerang-penyerang yang yang senantiasa berusaha memancung kepala dan dibawa lari, dimana hal tersebut  pernah terjadi kepada seorang tua PESIRERON diculik dan kepalanya dipancung meninggalkan tubuh jenasah tanpa kepala  oleh beberapa orang ALFOER dari negeri Ahiolo dan Abio penduduk pedalaman Seram Barat di daerah pegunungan yang menjadi musuh penduduk SAMALIANE dari arah sebelah Timur serta orang Hunitetu dan Imabatai sebelah Utara pegunungan.
Adapun tempat yang mereka pilih itu menjadi sebuah negeri adalah benar-benar mempunyai segi strategi perang, karena berada diatas sebuah dataran tinggi puncak bukit dikelilingi jurang yang terjal, dan pada jalur-jalur siasat perang yang tertentu,  mereka membuat benteng terdiri dari susunan batu kali satu diats lain tanpa bahan perekat, dimana batu-batu itu diambil dari dalam kali dan dilakukan dengan cara gotong royong yang satu berdiri disamping yang lain dari tepi kali sampai ke puncak tempat benteng tersebut dibuat, sebagai tempat perlindungan membina pertahanan dan keamanan bagi seluruh penduduk keluarga dan anak-anak.  Dengan adanya kenyataan permusuhan ini, jelas bahwa penduduk tidak pernah mengalami hidup aman dan tentram, karena selalu ada saja ancaman pemancungan kepala sehingga kebudayaan dan kesenian tidak dapat berkembang dengan sebaik-baiknya.

Terkait dengan perkembangan diatas, maka kondisi ini mulai membaik setelah kehadiran bangsa Portugis, serta suku-suku bangsa yang melakukan hubungan dagang dari Makasar, Ternate, Bacan, Bali , jawa yang diperkirakan sekitar tahun 1600 an atau abad ke 17, sejalan dengan itu suhu ancaman dari luar mulai menurun dan penduduk mulai legah.

No comments:

Post a Comment